ASAL-USUL DESA CANGKRING
Desa Cangkring Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon
Pada abad ke 15 di Kesultanan Samudra Pasai terjadi pergolakan kekuasaan. Sejak masa peralihan kekuasaan dari Sultan Shalahuddin (1462) kepada Sultan Ahmad II (1462-1464) hingga masa pemerintahan Sultan Ahmad IV (1466), telah terjadi ketidakstabilan pemerintahan.
Seorang putri dari Kesultanan Pasai bernama Nyi Mas Celangkring dikawal pasukan kerajaan yang dipimpin oleh Patih Rudamada pergi berlayar ke arah timur mencari suaka/perlindungan. Rombongan tersebut akhirnya terdampar di pantai Tuban dan bertemulah dengan Sunan Kalijaga. Atas saran Sunan Kalijaga akhirnya rombongan Putri Nyi Mas Celangkring diantar ke Cirebon yang secara kebetulan Sunan Kalijaga mempunyai tujuan pergi ke Cirebon.
Sesampainya di Cirebon tepatnya sekitar 3 km sebelah barat Gunung Jati, Sunan Kalijaga bertemu dengan Ki Gedheng Babadan lalu Nyi Mas Celangkring dititipkan kepadanya. Betapa senangnya Ki Gedheng Babadan menerima Nyi Mas Celangkring sebagai anaknya sendiri karena selama ini dia tidak mempunyai anak. Dan ketika Ki Gedheng Babadan menanyakan siapa nama putri tersebut maka Sunan Kalijaga memberinya nama yaitu Nyi Mas Ratna Wati. Lalu Sunan Kalijaga sendiri pamit kepada Ki Gedheng Babadan untuk meneruskan perjalanan ke Keraton Pakungwati Cerbon melalui Kali Sapu.
Ki Gedheng Babadan bersama putri dan para pengawal/pengikutnya mulailah bercocok tanam, ditanaminya palawija dan sayur mayur sehingga daerah Padukuhan Babadan menjadi daerah yang subur makmur. Nyi Mas Ratna Wati atau disebut juga Nyi Mas Retno Babadan merasa senang dengan tetanaman dan bunga-bungaan yang dia tanam. Kegemarannya bercocok tanam dia kembangkan dengan memperluas lahan pertanian. Dia membuka hutan untuk lahan pertanian hingga ke barat meliputi Cangkring, Sawit dan Pangkalan. Kemudian dijadikanlah pertamanan tanaman bunga aneka warna serta tanaman sayur mayur dan ubi rambat di sepanjang ladang pategalan. Dan di sebelah barat Padukuhan Babadan didirikanlah sebuah pesanggrahan untuk tempat beristirahat.
Catatan : Wilayah barat meliputi Cangkring, Sawit dan Pangkalan. Konon menurut legenda, Nyi Gede Cangkring (Nyi Mas Retno Babadan) ketika membuka hutan untuk lahan pertanian dan perkampungan hanya dengan membakar setumpuk babadan semak belukar, lalu dengan mengibaskan Selendang Pelanginya maka seketika itu hutan belantara terbakar dan bara serta abunya beterbangan hingga ada yang sampai ke Jungjang daerah Arjawinangun.
Pada saat dimana pesanggrahan itu didirikan, Nyi Mas Retno Babadan bertemu dengan seorang laki-laki tua bernama Ki Bandhang Keling. Dia seorang utusan dari Pajajaran yang ditugaskan untuk membendung penyebaran agama islam di Cirebon. Saat itu dia sedang sakit yang tak kunjung sembuh. Nyi Mas Retno Babadan mencoba menyembuhkan Ki Bandhang Keling dengan ramuan yang diraciknya. Atas kebesaran Allah SWT, akhirnya Ki Bandhang Keling sembuh dan sehat kembali. Dan sebagai rasa terima kasihnya Ki Bandhang Keling menghadiahkan sebuah ragi untuk pembuatan tape. Di samping itu dia bersedia memeluk agama islam dengan mengucap dua kalimat syahadat. Dia lalu mengabdi pada Nyi Mas Retno Babadan yang memang seorang putri dari Sultan Pasai dan juga putri angkat seorang penguasa Padukuhan Babadan.
Suatu ketika musim berganti, Padukuhan Babadan dilanda kekeringan. Hama penyakit menyerang tetanaman yang lagi subur-suburnya. Kemarau berkepanjangan hingga membuat pohon dan tanaman menjadi layu dan kering. Ki Gedheng Babadan sangat bersedih hati, Nyi Mas Retno Babadan juga turut bersedih. Dalam hati Nyi Mas Retno Babadan berucap, “Siapapun orangnya yang mampu membuat tanaman layu kembali segar dan tanah kembali subur, apabila orang itu laki-laki dan berkehendak untuk menikahiku maka aku akan menerimanya sebagai suami. Dan apabila orang itu perempuan maka kuanggap seperti saudaraku sendiri”.
Suatu hari datanglah seorang pemuda yang gagah dan tampan, sorot mata dan aura wajahnya yang bercahaya serta penampilannya penuh wibawa. Ternyata dia tidak lain adalah Syarif Hidayatullah putra Syarif Abdullah dari Negeri Mesir yang datang di tanah Cerbon baru sekitar satu tahun. Kedatangannya di Padukuhan Babadan dalam rangka menjalankan tugas yang diembannya dari Sunan Ampel yaitu mengajarkan agama Islam di bumi Tatar Sunda. Kala itu dia sedang mencari-cari air untuk berwudhu karena sudah waktunya sholat ashar. Namun air yang dia cari tidak pernah didapatinya, akhirnya dia memutuskan untuk bertayamum. Ketika kain sorbannya ditaruh pada sebatang pohon cempaka yang layu dan kering, pohon cempaka tersebut mendadak jadi segar. Tanah kering yang dia pegang untuk bertayamum juga mendadak gembur dan subur. Menyaksikan kejadian itu Ki Gedheng Babadan menghampiri pemuda tersebut dan memintanya agar menikah dengan putrinya yaitu Nyi Mas Retno Babadan. Akhirnya Syarif Hidayatullah menikah dengan Nyi Mas Retno Babadan pada tahun 1392 Saka (1470 M).
Di Padukuhan Babadan, Syarif Hidayatullah mulai mengajarkan ilmu agama islam dan mempunyai banyak santri/murid. Di samping itu Nyi Mas Retno Babadan berhasrat membangun sebuah padukuhan yaitu Padukuhan Cangkring. Beliau mengangkat seorang abdi setianya yaitu Ki Bandhang Keling sebagai Bayan/Kebayan di Padukuhan Cangkring.
Catatan : Bayan/Kebayan adalah jabatan di sebuah padukuhan yang tugasnya sebagai pesuruh atau kaki tangan. Ki Bandhang Keling diangkat menjadi Kebayan di Padukuhan Cangkring dengan julukan Kebayan Tengaro, karena dalam melaksanakan tugasnya senantiasa membawa bende/bareng sebagai sarana untuk mengisyaratkan ada sesuatu yang akan disampaikan. Beliau juga dibekali sebatang tombak Cis Paneteg Jagat pemberian dari Keraton Pakungwati Cerbon yang kegunaannya untuk menghalau hama penyakit tanaman. Setelah meninggal dunia beliau dimakamkan di Padukuhan Cangkring, beliau dikenal dengan nama Syeikh Bayan Tengaro atau Ki Buyut Tengaro.
Dari pernikahannya selama dua tahun dengan Syarif Hidayatullah, Nyi Mas Retno Babadan tidak dikaruniai anak. Beliau meninggal dunia pada tahun 1472 M dan dimakamkan di Komplek Pemakaman Amparan Jati (Gunung Sembung). Sedangkan Syarif Hidayatullah melanjutkan pengembaraannya menuju Banten Pesisir, disana beliau akan mengajarkan ilmu agama Islam yang akhirnya berjodoh dengan Nyi Kawunganten putri Bupati Banten Sang Surasowan.
Nyi Mas Retno Babadan disebut juga Nyi Gede Babadan atau Nyi Mas Celangkring adalah penguasa Padukuhan Cangkring yang akhirnya dikenal dengan nama Nyi Gede Cangkring.
Patih Rudamada setelah meninggal dimakamkan di komplek pemakaman Jalan Cangkring I Kota Cirebon.
Ki Bandhang Keling atau Ki Kramandaya atau Ki Bayan Tengaro / Kebayan Tengaro atau Syekh Bayan Tengaro atau Ki Buyut Tengaro, setelah meninggal dunia dimakamkan di pemakaman Ki Buyut Tengaro Desa Cangkring Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon.
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, setelah meninggal dunia dimakamkan di Komplek Gedung Jinem Amparan Jati (Gunung Sembung).
Nama Cangkring ada yang mengatakan berasal dari nama putri Nyi Mas Celangkring, ada juga yang mengatakan bahwa nama Cangkring berasal dari nama sebuah pohon bernama pohon cangkring (dadap merah berduri) karena konon dulunya di tempat ini banyak pohon cangkring.
ASAL-USUL DESA CANGKRING
Next
« Prev Post
« Prev Post
Previous
Next Post »
Next Post »