Our Feeds
zhons

Muludan Trusmi 2019

Cirebon , trusmi 2019,-

Tahun ini acara Muludan Cirebon tempat di alin alun trusmi berlangsung selama 13 hari sampai 25 atau pelalan di sebut juga selawean malam puncak perayaan muludan di trusmi yaitu Malam Pelal.

Tradisi yang sudah berjalan bertahun-tahun itu bertempat di alun-alun trusmi dan sekitarnya, tradisi ini tak pernah sepi pengunjung. Sebelum acara Malam Pelal, banyak pedagang yang membuka lapak mereka hampir satu bulan lamanya.

Warga dari berbagai daerah, sengaja berkunjung ke muludan trusmi untuk bersilaturahmi dengan sesepuh buyut trusmi. Mereka melakukan tradisi Caos, datang dengan membawa hasil bumi sebagai bentuk bakti kepada tradisi.

Di arena muludan, pengunjung dimanjakan dengan berbagai dagangan yang dijual dari kebutuhan rambut sampai kaki, terutama aksesoris. Ada juga kebutuhan sandang untuk anak-anak sampai dewasa. Banyak ditemui pedagang khas muludan, mulai dari kapal otok-otok, replika alat-alat masak dari bambu dan alumunium. Serta berbagai kuliner khas Cirebon dan arena permainan anak yang ikut memeriahkan acara muludan untuk mendapatkan rejeki.

“Semoga acara ini tidak pernah punah, itung-itung pasar malem taunan yang besar. Saya slalu sempatkan mengunjungi muludan di trusmi setiap taun,seorang ibu membawa anak-anak juga sedang menemani buah hatinya menikmati permainan mancing ikan dan berbagai wahana mainan anak anak

zhons

Foto Memayu Buyut Trusmi 2019



Minggu pagi (20/10/2019),

 mereka mengular di pinggiran jalan sejak pukul 06.00 WIB untuk menyaksikan ider-ideran karnaval “Memayu Buyut Trusmi”.

Diiringi suara gamelan, beberapa pria berpakaian putih-putih serupa begawan menyeruak dari tengah kerumunan, mereka para kemit(petugas jaga makam keramat) yang bertugas mengirab 14 tombak pusaka warisan Ki Buyut Trusmi.
Di belakangnya, berbaris rombongan lelaki berseragam merah muda, memakai iket “mega mendung”, membawa welit alias atap rumbia.

 Rombongan pengirab 14 tombak pusaka warisan Ki Buyut Trusmi, Cirebon.
Berurutan di belakang pembawa welit, muncul rombongan peserta karnaval dari seluruh kukuban Cirebon lengkap dengan atraksi seni mereka. Mulai dari kelompok tari, street art costum, patung karakter berukuran raksasa, beragam hasil bumi dan makanan, iring- iringan kelompok berkuda, hingga kereta kencana.
Ider-ideran atau arak-arakan ini dihelat dari kompleks Makam Buyut Trusmi hingga Ke arah Panembahan
















Untuk detailNya mengenai sejarah Memayu buyut Trusmi selengkapnya klik link di bawah ini 


https://trussemi.blogspot.com/2019/09/memayu-buyut-trusmi-2019.html?m=1

Semoga dibtahun kedepan nya nanti aman dan kondustif


zhons

Memayu buyut trusmi 2019



Minggu pagi (20/10/2019),

 mereka mengular di pinggiran jalan sejak pukul 06.00 WIB untuk menyaksikan ider-ideran karnaval “Memayu Buyut Trusmi”.

Diiringi suara gamelan, beberapa pria berpakaian putih-putih serupa begawan menyeruak dari tengah kerumunan, mereka para kemit(petugas jaga makam keramat) yang bertugas mengirab 14 tombak pusaka warisan Ki Buyut Trusmi.
Di belakangnya, berbaris rombongan lelaki berseragam merah muda, memakai iket “mega mendung”, membawa welit alias atap rumbia.

 Rombongan pengirab 14 tombak pusaka warisan Ki Buyut Trusmi, Cirebon.
Berurutan di belakang pembawa welit, muncul rombongan peserta karnaval dari seluruh kukuban Cirebon lengkap dengan atraksi seni mereka. Mulai dari kelompok tari, street art costum, patung karakter berukuran raksasa, beragam hasil bumi dan makanan, iring- iringan kelompok berkuda, hingga kereta kencana.
Ider-ideran atau arak-arakan ini dihelat dari kompleks Makam Buyut Trusmi hingga Ke arah Panembahan

“Acara ini digelar setiap tahun menjelang musim hujan,” menurut masyarakat

sebagai wujud syukur kepada Yang Maha Kuasa,
Terlepas dari pro-kontra yang belakangan muncul dalam memaknai ritus “memayu”, upacara ini nyatanya masih terus diuri-uri oleh masyarakat Cirebon.


Istilah “memayu” sendiri berasal dari kata “hayu” yang berarti cantik, indah atau selamat. Kata memayu mendapat awalan “ma” menjadi “mamayu” yang berarti mempercantik, memperindah atau meningkatkan keselamatan. Namun setelah sering-sering diucapkan, kata mamayu menjadi popular disebut memayu .
Menurut Casta dan Taruna dalam Batik Cirebon, memayu dalam bahasa kawi berarti mbagusi, memperbaiki atau membuat bagus.
Sedangkan khusus dalam  konteks upacara memayu dan ider-ideran Trusmi, kata memayu mengandung dua pengertian. Pertama, memayu dimaksudkan untuk memperbaiki atap-atap masjid Trusmi yang sudah lama dan menggantikannya dengan  yang  baru. Kedua, memayu berarti mbagusi (memperbaiki) diri manusia dari sifat-sifat lama yang jelek dengan sifat-sifat

Pada mulanya tujuan utama dari upacara memayu diyakini sebagai penyebaran agama Islam. Rangkaian kegiatannya antara lain: ganti welit (mengganti atap rumbia) dan buka sirap (mengganti atap situs Buyut Trusmi dengan kayu jati), mengganti atap masjid, sehari setelah acara kirab budaya, dan tahlilan pada malam harinya.
Buka sirap dan ganti welit harus dilakukan pada hari Senin, berkaitan dengan hari lahir Nabi Muhammad SAW.
Disamping itu, spiritualitas yang diajarkan Ki Buyut Trusmi sebagai ulama yang memimpin masyarakat Trusmi terkandung dalam setiap pertunjukan yang digelar saat memayu. Salah satunya ialah pentas brai, yaitu seni tradisi yang memiliki nilai religiusitas tinggi.
Mengutip tulisan Dede Wahidin, “Potensi Kesenian Daerah Cirebon”, istilah brai sendiri berasal dari kata “brahi” yang berarti menyatu atau kasmaran atau jatuh cinta.
Dalam konteks ini maksud dari pada brai ialah penyatuan diri seorang hamba sebagai wujud kecintaaanya kepada Sang Khaliq yang mereka ungkapkan melalui media seni. Selain itu makna-makna yang tersirat dalam upacara-upacara tersebut mengandung nilai-nilai luhur dan norma-norma syari’at Islam

zhons

Bunga Eceng Gondok Ala Korea

Berita yang sangat mengembirakan khususnya warga wadas kecamatan plered kabupaten cirebon ini sangat mengejutkan betapa tidak , di tempat kampung halaman ,ada sebuah tanaman air nama tanaman itu ialah enceng gondok atau eceng gondok

Tumbuhnya eceng gondok disertai bunga yang indah, di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, banyak diburu warga. Terlebih menjelang sore hari, tak sedikit pengunjung yang sengaja datang ke lokasi untuk berfoto dengan background bunga eceng gondok. Tempat ini pun kemudian viral saat ini di facebook dan instagram,









Mereka yang datang dari berbagai daerah baru baru ini saya dengar dari daerah
 trusmi,kalitengah,panembahan,setu kulon,setu wetan,tengah tani, kedawung dan ada juga dari cirebon kota ada pun mereka yang datang dari luar kota cirebon,

Tempat yang sangat indah untuk berfoto ria

WADAS CIREBON ALA KOREA

 #Trussemi blog
zhons

Babad pengampon TANAH PENGAMPUNAN

BABAD PENGAMPON " TANAH PENGAMPUNAN." Konon di ceritakan, Nyi Endang Geulis adalah putri Syech Danuwarsih juga istri dari Pangeran Cakra Buana (Mbah Kuwu Cerbon) yang pernah singgah beberapa waktu di Pengampon untuk berda'wah dan menyebarkan agama islam, Beliau Nyi Endang Geulis meninggalkan Petilasan dan sebuah sumur yang hingga sampai sekarang masih tetap terpelihara dan juga konon, Beliau mendirikan sebuah surau atau mushola di daerah yang namanya Tegalan, yang sekarang sudah menjadi bagian dari sebuah wilayah kecamatan Jamblang. Beliau di yakini pula oleh masyarakat sekitar mempunyai sebuah piaraan seekor kerbau bule atau yang kata orang sunda bilang "munding bodas", sehingga konon meninggalkan sebuah bekas kubangan (tempat kerbau mandi). Pada saat itu hingga kini di percaya lokasi kubangannya kira kira berada di sebelah utara yang lokasinya hanya beberapa meter dari Pendopo kuburan (makam) Bontot di blok Pengampon kulon Rt 01. Dan juga ada sebuah Petilasan Keramat Nyi Endang Geulis sendiri berada di belakang balai desa Danawinangun namun Petilasan aslinya sebenarnya adalah di balai desa itu sendiri. Hingga kini masih terlihat dari jalan raya Klangenan - Panguragan yang sekarang menjadi nama jalanya jln.

Nyi Endang Geulis. Sekilas sejarah Pengampon berikut keterkaitannya dengan Nyi Endang Geulis, sudah menjadi kebiasaan seorang tokoh di masa lalu baik seorang tokoh agama ataupun seorang tokoh pemimpin selalu mempunyai riwayat Babad Alas atau Totor Alas sebagai cikal bakal mendirikan sebuah pemukiman baru berupa perkampungan penduduk. Konon sebelum beliau ke daerah Pengampon, terlebih dahulu Beliau ke daerah Tegalan. Dinamai daerah Tegalan karena dahulunya konon daerahnya berupa tanah lapang yang di penuhi padang rumput ilalang dan semak belukar, tetapi tidak di tumbuhi pohon pohon yg tinggi, sekarang wilayah Tegalan sudah pemekaran dan masuk kedalam wilayah kecamatan Jamblang, dan Beliau juga sempat membangun sebuah surau atau mushola sebuah tempat untuk sholat di Tegalan dan termasuk juga yang menjadi babad alasnya beliau adalah wilayah di daerah blok Lebak sor dan daerah blok Karang Anyar yang sekarang juga masuk kewilayah desa Jamblang, lalu kemudian ke daerah blok Pandean yang sekarang masuk ke wilayah desa Serang (pemekaran).

Konon kisah Asal muasalnya nama Pengampon secara luas di ceritakan pertama kalinya Beliau atau kanjeng Nyi Endang Geulis masuk kewilayah daerah Pengampon (sekarang) dulunya masih belum dinamai Pengampon. Saat pertama kali datang, Beliau masuk ke dalam sebuah hutan (alas Pengampon), saat Beliau berjalan di dalam hutan, Beliau tersandung dan terjatuh karena kakinya terlilit atau terjerat oleh sebuah tanaman rambat yaitu sebuah tanaman Labuh siyem (walu batik), maka serta merta Beliau langsung berdo'a dan bermunajat degan khusyu memohon Ampunan kepada Allah SWT sambil Beliau berucap di mana saat Beliau terjatuh dan kakinya terlilit Labuh siyem, Beliau terus Memohon AmpunanNya, kemudian Beliau berucap "Kelak di kemudian hari daerah ini akan di kenal dengan nama tanah Pengampon (Tanah Pengampun). Tanah di mana saat beliau terjatuh dan terlilit oleh tanaman Labuh siyem ini yang hanya berdiameter sebesar ukuran Setampi atau Setampa (bahasa jawa Tebok) yaitu selebar alat untuk memilah/menampi beras. Maka dari itu Konon, "Anak Putu" (anak cucu) Beliau pantangan atau larangan menanam buah Labuh siyem dan memakan kerupuk kulit kerbau. Kemudian Beliau mewujudkan ucapanya, Beliau lalu Totor Alas atau Babad Alas untuk bermukim dan tinggal di tanah Pengampon. Setelah sekian lama, daerah Pengampon (sekarang Desa Danawinangun) sudah menjadi sebuah pemukiman yang terus di datangi orang-orang yang ingin tinggal dan bermukim bersàma Beliau. Tempat tinggal beliau masa itu adalah yang sekarang menjadi balai desa Danawinangun. Seiring berjalannya waktu tempat tinggal beliau di jadikan pusat pemerintahan, maka agar anak cucu beliau tidak mengganggu pusat pemerintahan pada masa itu maka oleh masyarakat Pengampon di bangunlah sebuah Pendopo untuk menyimpan benda-benda pusaka peninggalan Beliau yang hingga kini menjadi Pendopo Buyut Pengampon Nyi Endang Geulis untuk anak cucunya kelak bagi yang ingin berziarah.

Kemudian Beliau juga sempat membangun Langgar Agung (masjid) tempat Beliau untuk berBibbah, yang sekarang menjadi Masjid Jami AL ISTIQOMAH Danawinangun. Dengan kedatangan para penduduk yang berdomisili dan menetap selamanya di tanah Pengampon, yang pastinya para penduduk secara turun temurun mengetahui cerita asal usul tanah Pengampon yang sekarang menjadi sebuah Desa di kecamatan Klangenan. Tanah Asli Pengampon (setampi) sekarang sampai saat ini keberadaanya masih ada, yaitu konon yang berada di lokasi sebelah Utara Masjid Al- Istiqomah desa Danawinangun yg sudah pasti berkaitan degan Nyi Endang Geulis saat Beliau terjatuh, maka ada sebuah tradisi yg berkembang untuk mengingat Beliau di tanah Pengampon, di mana para penduduk yang sekarang mereka tempati, yaitu sebuah tradisi menyuguh atau menyajikan tanah liat kering yg di olah dan bikin secara khusus yakni yang bernama tanah "Ampo" yang bisa di makan dan baunya wangi, merupakan sebagai simbol permohonan ampun dan keselamatn kepada Allah SWT dalam setiap acara hajatan dan acara2 lainya.

Cara pembuatan tanah liat kering yang kemudian di sebut Ampo ini melalui proses yang panjang, dan sekarang sudah jarang di jumpai dan jarang yang membuatnya, tapi masih ada beberapa orang yang masih bisa membikin Ampo ini yaitu di daerah blok Tegalan desa Sitiwinangun. Dan juga, untuk mengenang jasa jasa Beliau, masyarakat desa Danawinangun setiap tanggal 17 Mulud (bulan jawa) selalu diadakan Khaul Ngunjung Buyut Nyi Endang Geulis dalam Acara Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dengan do'a bersama, Tahlil dan Tawasulan yang merupakan Tradisi tiap tahun selalu di adakan oleh masyarakat desa Danawinangun juga masyarakat blok Tegalan. Tradisi Adat Budaya yang sudah kita kenal ini adalah " Mider Buyut" yaitu Mengarak keliling sebuah Pusaka Peninggalan Beliau berupa Tombak di mulai pada malam hari hingga menjelang subuh mengelilingi semua daerah wilayah kekuasaan Beliau pada masa itu...
br/> Wallohu'aklam bishowab... Pangapunten'e lan Maturkesuwun...